Selasa, 26 Mei 2009

Wibowo: Yeah, He's our Bimasena!

Entah sebuah kebetulan atau bukan, karakter bro saya yang satu ini memang mirip dengan Bimasena atau Werkudoro dalam pewayangan jawa. Mengingat kembali mata kuliah Filsafat Jawa saya dulu, tokoh Bima dalam pewayangan digambarkan berbadan tinggi besar dengan karakter pemberani, spontan, apa adanya dan cendrung meledak-ledak. Mirip dengan karakter dan postur Mas Bowo, tentunya tanpa embel2 sponsor kuku bima yang legendaris 'pancasona' :-)

Dari sekian banyak rekan, yang pertama langsung terekam dalam memori otak saya memang Mas Bowo. Postur tinggi besar dengan pandangan 'galak' dan 'menyelidik' pada saya yang waktu itu tengah menjalani interview [he3....peace pak!]. Semakin kenal, semakin meyakinkan saya memang karakternya mirip dengan Werkudoro [meski kalo urusan 'wadon' mungkin lebih mengarah ke Arjuna, wakakak....kidding lagi lo Pa].

Pribadi Bimasena yang blak-blakan, terbuka serta apa adanya, tergambar jelas dalam pribadi Mas Bowo. Ngga, percaya? Mbo yao sesekali mampir ke facebook beliau. Isi hati, isi kepala hingga isi perut (mungkin) tergambar gamblang-blang di sana:-). Sementara orang seperti saya hanya bisa mbatin atau misuh-misuh di belakang, Mas Bowo berani berteriak “ONANI ROHANI!” atau “B**I NGEPET!”. Dari perspektif manapun ini adalah sebuah gambaran kejujuran laku bagi orang-orang yang mencoba berjalan lurus tanpa harus cape mengenakan topeng. Bandingkan dengan Sengkuni-sengkuni yang gemar berganti wajah atau mencari muka. Meski...dalam politik, hal ini justru dapat menjadi bumerang bagi dirinya. Kalo dianalogikan sedang bermain kartu, pasti akan mudah mengetahui Mas Bowo sedang pegang 'joker' dari peringas-peringisnya...:-)

Tapi, saya yakin Mas Bowo tidak sedang bermain kartu atau berpolitk. Baginya nilai2 komitmen, memperjuangkan tim atau keluarga, jujur dalam loyalitas dan bersikap, merupakan nilai yang apa adanya alias 'dari sononya' [das sein]. Dia bukan Sengkuni yang pandai bermanis muka namun menusuk dari belakang. Profesional kerja baginya, mengambil istilah film Miyabi [sumpah, kalau yang satu ini saya dapat bukan dari mata kuliah Filsafat saya]: Sepi ing pamrih rame ing gawe...


Saya berharap...perpisahan Mas Bowo tidak saja menjadi jawaban bahwa 'Gusti Allah Ora Sare' saja. Mudah2an, seperti halnya Werkudoro, perjalanan ini sekaligus menjadi perjalanan bathin yang akan mentranformasi Bima menjadi Dewa Ruci. Dewa Ruci yang merupakan metamorfosis Bimasena yang tetap lantang menyuarakan kebenaran dengan lebih anggun, cantik dan arif. Pastinya, kita kini kehilangan sosok Bimasena di sini.

Mudah2an kelantangan itu tidak langsung berubah dengan kesunyian....


Sukses 'Pa...Gusti Allah Ora Sare ,'khan....

Selasa, 05 Mei 2009

LEADER-SHIT [2]: DAN PABRIK ITU SEDANG DIBANGUN....

Ijinkan saya menambahkan ciri pemimpin yang pernah saya sebutkan dalam blog saya yang lalu: penghubung sebuah 'tribes'. Pemimpin sejati tidak hanya menjadi sumber inspirasi dan anti status quo. Pemimpin sejati juga harus (sekali lagi) harus menjadi 'penghubung sebuah tribes'. Tribes berbeda dengan crowd. Tribes [he3, sorry saya harus menyombongkan diri telah membaca 'Tribes'nya Seth Godin] adalah orang2 yang terhubung satu sama lain: terhubung dengan pemimpin dan terhubung dengan ide yang sama. Jadi, kalo saya bekerja di sebuah sekolah maka 'tribe' saya adalah orang tua murid, siswa, guru, dan orang-orang terkait yang memiliki ide yang sama tentang sekolah yang baik/bermutu.

Masalahnya, pemimpin macam apa yang mampu menghubungkan itu?

BUKAN RAJA! Raja suka posisi yang nyaman dan mempertahankan stabilitas (pasti takut perubahan). CEO macam ini biasanya dikelilingi dengan dewan penasehat yang diberi makan dan gaji tinggi. He3, tentu saja mereka berusaha mempertahankan situasi macam ini. Lagi, raja menggunakan kekuasaan agar orang patuh kepadanya.

Monarki mengajarkan kekuasaan, pengaruh dan bagaimana menyelesaikan pekerjaan kita. Hal yang berbeda dengan modern marketing di mana dibutuhkan inovasi dan perubahan terus-menerus. Sumber perubahan? Suara customer tentu. Bukan penjilat. Bukan comfort zone. Marketing adalah tentang berelasi dengan tribe, untuk menemukan ide yang sama. Bukan menyodorkan ide yang kita punya...

BUKAN MANAJER! Manajemen adalah masalah manipulasi SDM untuk menyelesaikan pekerjaan. Karenanya CEO Burger King tau betul bagaimana mengelola proses seperti biasa dengan waktu yang lebih singkat dan biaya yang lebih rendah.

Manajer bicara tentang menciptakan produk biasa, sedangkan pemimpin bicara tentang menciptakan perubahan. Perubahan yang sering ditakuti oleh manajer karena merusak sistem yang ada. Kasihan manajer karena cuma punya karyawan. Sedangkan pemimpin punya pengikut (tribe). Pengikut yang meyakini bahwa apa yang mereka kerjakan lebih berharga daripada menerima gaji atau menunggu dipecat. Pengikut (bisa dibaca juga: Karyawan) bahkan bisa tetap loyal meski tidak gajian! Pengikut (bisa juga dibaca: calon OTM) yang rela membayar lebih mahal dari harga yang tercantum!

Kalau kita terjebak berakting sebagai manajer atau karyawan karena takut apa yang dikatakan bos atau takut mendapat masalah...sesungguhnya kita tidak sedang mengadakan perubahan. Seolah-olah kita sedang membuat tribe namun sesungguhnya sedang sibuk membangun sebuah pabrik...

Minggu, 03 Mei 2009

[buat yang masih cari Tantie di Stella Maris:]

“Selamat Siang, Dengan Tantie,
Ada Yang Bisa Saya Bantu...”


Entahlah, saya sudah lupa bagaimana kesan pertama saya tentang 'butet' yang satu ini. Sejauh yang saya ingat adalah aura 'rebellious' darinya. Bayangkan, bekerja di sekolah yang notabene dituntut keteladanan, Tantie tampil 'beda' dengan dandanan yang modis, sendal teplek, cardigan gaul, termasuk dengan kuku yang tak jarang dipolish hitam bak Avril....

Termasuk untuk urusan foto. Foto yang saya pasang di blog ini merupakan 'trademark'-nya Tantie. Yap, acungan 'peace' dekat pipi pasti banyak ditemui difoto-fotonya. Ga jelas apa maksudnya, apakah memang maksudnya ingin mengkampanyekan kedamaian dunia atau menutupi tembem pipinya [he3...'peace ya Tan...]. Sampai2 rekan2 PMB harus mengingatkannya untuk tidak 'peace' saat foto untuk lamaran kerja atau KTP. Jadi kalau dikemudian hari ditemukan foto2 yang diragukan ini Tantie atau bukan, lihat saja tangannya. Kalau tangannya 'peace' di pipi....pasti itu Tantie!

Namun, Tantie tetap saja Tantie yang senang membantu. Tiap kali PMB punya kesibukan, Tantie dengan ringan tangan memberikan bantuannya. Mulai dari sekadar melipat surat undangan, menjaga ruangan PMB ketika kami briefing pagi hingga memberikan ide-ide 'dahsyat' ketika PMB mentok ide. Bukan hanya PMB, kelompok 'super class' atau anak-anak dan guru eskul pasti sudah sering mengalami kebaikan hatinya. Keceriaannya turut memberi warna ceria di ruangan PMB. Tantie selalu menjadi 'kompor' PMB kalau mengadakan acara2 refresing. Mulai dari sekadar nyemil sore sampai karaoke, Butet satu ini yang jadi motornya [meski sampai sekarang saya masih penasaran, kayak apa sih Tantie kalo nyanyi...]. Satu2nya yang membuat Tantie tidak ceria hanyalah kalau harus menghadapi guru eskul yang tertunda pembayarannya....Sisanya, senyum abis meski gaul sama teman2 PMB yang sudah berkeluarga. “Diem tapi 'nyerep....” istilah bos saya.

Sekarang, Tantie sudah tidak lagi mengurus SMLC di Stella Maris BSD. Ruangan PMB tidak lagi sama seperti dulu. Tidak ada lagi yang bawain kacang ijo. Tidak ada lagi yang 'peace' kalau difoto. Tidak ada lagi yang bisa dititipi ruangan kalau PMB breafing. Tidak ada lagi ringtone yang berbunyi, “Maaf...”. Tidak ada lagi yang kelaperan kalau sore. Tidak ada lagi 'anak bawang' yang bisa diledekin, “Cie..Tantie”. Damn, i'll be miss all of them. Tapi yang penting, Tantie kini bisa tersenyum lebih manis dan ceria lagi. Kalau ingin menikmati keceriaanya, silahkan menabung di bank yang terkenal 'cape antri'. Kalau kalian disapa dengan tulus, senyum manis dan ramah,” Selamat siang, dengan Tantie ada yang bisa saya bantu...” Sudah pasti itu Tantie. [Dan, maaf, tentunya kali ini tanpa 'peace' di pipi karena pasti hal itu kini dilarang bos barunya].

Sukses ya Tan...

Kamis, 30 April 2009

HIDDEN GHOST TO SCHOOL

Menjadi marcomm sebuah institusi bisnis pendidikan ternyata tidak segampang yang saya bayangkan. Sangat beda ketika saya menjadi marcomm bisnis fashion. Meski keduanya dituntut kreatifitas yang gila2an, namun untuk institusi pendidikan ada banyak hal yang tidak boleh dilanggar. Satu diantaranya adalah:
JANGAN SEKALI-KALI MENGUNDANG SETAN KE SEKOLAH....


'Ghost' yang saya maksud jelas. Saya tidak lagi mungkin membuat event, brand activity atau media komunikasi dengan mengundang sponsor atau ambassador yang kontra produktif dengan dunia pendidikan. Contoh simple, saya pasti akan dicaci maki banyak orang kalau menggandeng perusahaan rokok, bir atau kondom untuk memasang iklan atau menjadi sponsor acara sekolah. Brand kondom jelas tidak bisa digandeng dengan acara sex education sekalipun meski dengan dalih “Kan ada edukasinya...” Kelihatan konyol kan, saya?

Tapi ada pula 'hidden ghost' yang saya perlu hati2 juga terhadapnya. Perlu 'penerawangan bathin' dengan akal sehat dan hati nurani untuk mendeteksi 'setan' yang satu ini. Kelihatannya sejalan, kelihatannya menguntungkan namun memberi impact yang membahayakan. Ibarat 'kesurupan', orang yang disurupi tidak menyadari kalau kesurupan....

Misal, kalau saya berniat mengadakan “National Playstation Competition”. Bombastis khan? Satu sisi, saya akan mendapatkan banyak sekali massa (data base juga, tentunya) plus sponsor dari Sony. Tidak melanggar etika dan dekat dengan dunia anak. Tapi apa iya semua orang tua berpikir demikian. Apa bukan malah menjadi pedang bermata dua ketika ada orang tua yang dengan sinis berkomentar, “Mo sekolah apa mo maen...!!”

Ngundang artis pun ga boleh sembarang. Kalau untuk opening salon saya bisa mengajak Juvee untuk goyang 'belah duren', apa saya mau digetok kepala sekolah kalau mengundang dia ke pensi sekolah? Kasihan anak2 yang belum cukup umur harus ngeces liat 'susu yang tumpah' :-). Belum kelakuan artis2 yang rada nyentrik seperti tato-an, merokok sembarang tempat, atau berpakaian bak mau renang. Padahal secara hukum itu tidak dilarang dan dari segi publikasi dan kesuksesan acara dan sponsor pasti terjamin.

Ekses macam ini yang saya sebut sebagai 'hidden ghost'. Sekilas terlihat tidak masalah. Sekilas terlihat menguntungkan: acara sukses, publikasi di banyak media, crowd (data base) banyak, sponsor banyak dan tidak melanggar aturan. Namun ketika dua brand ini bersanding, image negatif dari brand yang diundang akan terus menghantui (atau malah meyurupi). Percaya deh. Pengalaman saya main jalangkung masa kecil membuktikan: setan itu lebih mudah diundang, tapi paling susah disuruh pulang. Harus pakai perjanjian “datang diundang, pulang tak diantar' segala. Hiyyyyy tatuttttt.....

Selasa, 14 April 2009

SAYA 'GA MAU JADI BABI NGEPET....

Saya ngga mau jadi babi ngepet...tiap hari pulang malam, jauh dari anak istri.

Babi ngepet mau semua instan: semalam dapat uang banyak semudah membalik tangan.

Saya ngga mau jadi babi ngepet...sruduk sana sruduk sini, malah bikin rusak semua.

Babi ngepet mau semua instan: ga peduli dengan sekitar, yang penting nyaman.


Saya ngga mau jadi babi ngepet...sebentar cakep, sebentar kaya celeng.

Babi ngepet mau semua instan: ga punya hati rela numbalin orang.


Saya ngga mau jadi babi ngepet, karena:

Babi ngepet jauh dari Tuhan

Babi ngepet deket sama neraka

Babi ngepet ga bisa hidup tenang

Saya jadi kasihan sama babi ngepet...



Rabu, 01 April 2009

LEADER SHIT!

Pengalaman bekerja di beberapa perusahaan, memperkaya pengalaman saya akan arti leadership. Ternyata, meski dari berbeda atmosfer (jurnalistik, entertaint dan edukasi), toh saya (mungkin anda juga) akan menemukan tipikal yang sama: good shepherd dan leadershit!. Berdasarkan pengalaman saya, sangat mudah membedakan antara ketua genk domba dan kambing ini:

01. Rebellious. Hampir semua pemimpin yang baik yang saya temui adalah tipikal 'pemberontak'. Orang yang berani bicara jujur dan bukan tipe yang Yes Man ato ABS. Mereka orang2 yang berani merombak sistem, berani bersinggungan dengan orang2 yang 'pro status quo'. Pemikiran mereka benar-benar pintar, 'out of the box' dan tidak sekadar (meminjam istilah seorang teman) pintar menjilat pantat big bos. Hati2, orang2 yang sukses sampai di top level dengan cara 'jilat-menjilat' ini, tak segan mencuri gagasan orang lain atau bahkan berani membawa-bawa nama Tuhan. Sayangnya, banyak big-bos yang memang senang dikibulin mereka daripada harus panas hati/kuping mendengar kebenaran.

02. Inspirasi. Leadership yang baik umumnya mampu memberi inspirasi bagi orang-orang yang ada di sekitarnya. Tolak ukurnya gampang. Liat anak buahnya, apakah banyak yang keluar masuk lantaran bete punya atasan yang cuma mampu neken anak buahnya lewat jabatan yang dia punya. Sebaliknya, kalau timnya terlihat tangguh, artinya sang pemimpin sanggup memberi spirit yang menghidupkan. Kalau bertahan lama, anak buah leadershit cuma akan menjadi kambing yang miskin inovasi, bekerja tanpa motivasi dan ikut-ikutan suka melempar tanggung jawab seperti atasannya.

03. Bridge Over Trouble Water. Ini bukan judul lagu. Tapi pemimpin yang baik akan terlihat sebagai pribadi yang menyenangkan. Bukan ditakuti. Ingat, sekali lagi bukan ditakuti. Pemimpin yang baik mampu menjadi konektor dari tiap-tiap orang sehingga seluruh anak buahnya memiliki hasrat yang sama, tujuan yang sama. Jadi pemimpin yang baik tidak akan menjadi 'mandor pabrik' yang butuh supervisi dengan punish, cctv atau fingerprint lantaran anakbuah mereka rela berjuang, rela fight sampai mati untuk memperjuangkan visi yang sama. Jadi, kalo Anda memimpin dan justru memiliki banyak musuh, mungkin anda harus berkaca. Jangan-jangan anda lebih suka bermain dalam political office. Kalau Anda merasa paling benar di perusahaan Anda, (ini hanya mengutip kata Tuhan), bersiap-siaplah menuai apa yang Anda tabur...

Inspirasi good shepherd jelas: Yesus sendiri. Kepemimpinannya kerap bersinggungan dengan status quo karena menyuarakan kebenaran. Ia menjadi inspirasi bagi muridnya, dan bahkan hingga saat ini lewat ajarannya yang sangat-sangat purple cow (Sorry, Sith Godin mah lewat...) Dan ia mampu membuat kita semua memiliki hasrat dan tujuan yang sama: Kerajaan Allah.

Mungkin kita semua tahu, kunci dari kepemimpinan Yesus. Melayani. Habit ke-8 dari 7 habits adalah to give, to serve. Pemimpin yang baik lebih suka mengungkapkan, “help me to help you”. Bukan pemimpin yang berprinsip “siapa yang saya makan sekarang”. Dasar leadershit!

Kamis, 26 Februari 2009

Stema Support Narsis Mom...

Stella Maris ga hanya care masalah pendidikan siswa ternyata. Juga untuk mama-mama-nya, Stema memberikan 'bonus' beauty class agar mereka bisa tampil narsis dan cantik...

Padahal, ketika saya membantu Bu Jenny, PR kami yang menjadi PIC acara ini, banyak orang tua yang menolak. “Ga ada waktu Pa,” , “Ngurus anak-anak, Pa,” biasa lah, ibu-ibu, jual mahal...Toh akhirnya ada 18 orang ibu2 yang hadir pada acara yang diadakan Kamis ini [26/02]. Acara yang dipandu mba Wita dan mba...[sorry satu lagi lupa mba:-)] dari Sari Ayu Martha Tilaar. Ibu2 yang sudah cantik dari sono-nya itu kian tambah kinclong dengan kursus make-up. Langsung praktek, tek, tek...Langsung cantik, tik, tik...Alhasil para narsis mom ini tambah pede dengan daily make up tips dari pakarnya kecantikan. Sudah tambah pinter dandan masih dikasih bingkisan pula dari Sari Ayu...[Sorry ya, ibu-ibu yang kemarin nolak tawaran saya, jangan nyesel :-)]

Berarti, tinggal nunggu acara untuk bapak-bapaknya aja. Kebayang sih, acara macem apa: bisa main golf bareng atau turing or modif bareng (he3, kalo yang ini sih kami tau harus undang siapa...)

Eh, iya lupa. Ternyata tim narsis macam si Ika, Ucie ama Tantie ga mau ketinggalan juga ikut meramaikan acara ini. Ga, jelas motivasinya: antara mo cari godie bag gratis ato mo support acara ini. Ato...he3, jangan lagi pada krisis pede kali yak...Emak ama anak sama aja...Narsis! :-)

Rabu, 25 Februari 2009

Stema Exhibition @ WTC Serpong: 'DOING NOTHING' ACTION

Belum habis batuk-batuk dan masuk angin dari pameran di ITC awal bulan lalu, sekarang saya dan tim sudah mulai disibukan (lagi) dengan pameran di WTC Serpong. Untungnya (maaf, saya masih orang Jawa yang tetap 'untung' meski ditimpa nasib malang sekalipun), pameran kali ini cukup berlangsung 6 hari, dari senin hingga hari minggu nanti (24 Feb – 01 Mrt). Mo tau apa saja yang kami lakukan? 'DOING NOTHING' ACTION...


Masih ingat target '300' yang menjadi 'salib way' kami? Kami masih pikul itu. Memang bermunculan simpati dari beberapa rekan dari divisi lain, mulai dari sekadar menanyakan ,”sudah berapa closingnya pak?” sampai permintaan maaf lantaran tidak dapat mendatangkan lead. Terima kasih untuk care -nya. Tanpa bermaksud mengurangi kepedulian mereka (apalagi untuk mereka yang tidak peduli), itu belum merubah keadaan...So, inilah yang saya maksud dengan sense of crisis: ini bukan masalah jumlah, inilah masalah: lo tau lagi krisis and lo 'doing nothing action'...please deh, ah. Krisis gitu loh...nyadar ga sih? Halllooo....


Thanks untuk kepeduliannya, thanks untuk sindiran2nya dan bahkan thanks untuk keluhannya (mungkin gara2 kami, anda harus extra job). Toh, kami menyadari bahwa kami tetap harus fight untuk anda. Termasuk di pameran ini...


He3, sorry kalau melenceng dan sedikit curhat (ember!!!). Apa yang kami lakukan di pameran? Yap, 'DOING NOTHING ACTION'...Datang ke stand, duduk manizz plus bagi2 balon sama anak2. Tugas paling berat paling-paling hanya sebar brosur yang diselipkan di kaca mobil di parkiran (cape bo, parkiran berapa lantai, luas pula). LOH, GA KEJAR DATA BASE! KAN KATANYA DIKEJAR TARGET????


Makasih...ga deh...Why?

1. Kami jualan 'pendidikan' bukan jualan kratingdeng, bukan jualan mie instan dan bukan jualan kartu kredit. Ini bukan masalah jago membedakan antara 'need' dan 'want'. Bukan juga keahlian ngecap untuk 'menciptakan kebutuhan' orang akan Stella Maris. So, kalo emang ga butuh, kenapa juga kita tawar2in. Kalo memanag mau juga pasti mereka akan duduk maniz menghampiri kita dan bilang...”mo tanya tentang Stella Maris bisa pak?” Oh, bisa bu....(tambah semangat kalo ibunya juga maniz). Orang malah malez karena numpang lewat trus kita kejar-kejar...”pa, minta datanya. Bu, stella maris bu..” Emang sekolaan gw barang ketengan...

2. Ini soal image. Branding gitu loh...Ada beberapa sekolah dan lembaga pendidikan yang ikut pameran ini. Ada BPK, Budi Luhur, Enopi, Candle Tree de el el. Kebayang ga sih kalo Stella Maris kelihatan paling 'napsu' di pameran ngejar-ngejar ortu nyari data base? Kesannya apa tebak?....yup, kesannya kita kurang murid. Nah virus macem gini yang bahaya kalo ga hati2...Inget, branding bro...branding...Paling ga, stand kita keliatan OK di pameran. Ini investasi untuk awareness ama image building ortu murid. Bahaya kalo di bisnis kayak gini, brand activity dijadiin direct sales event...

3. Pengalaman membuktikan, calon OTM yang sukarela datang ke meja kita, jauh lebih prospektif ketimbang yang kita minta-minta data sekadar ngejar target lead. Goblok banget marketing yang masih pake cara ini. Please cek, pameran mana yang masih pake model 'kejar setoran' gini. Ada. Marketing yang pake sales tampang mba2 pabrik dengan rok mini atau mas2 yang dipakein dasi...Hasil yang didapet cuma: tulalit, wrong number, veronika atau syukur2 salah sambung.

4. Pameran itu, kalau tau taktiknya, bisa jadi silent fishing buat marketing. Kalo pasang bilbord itu ibarat 'tebar jala' (dapet ikan berapa ya), pameran ya 'mancing perorangan'. Nangkep ikan gede pake umpan kecil...Tinggal pinter2nya kita 'mengkondisikan' calon OTM aja. Ya itung2 'mancing' sambil 'liat pemandangan' dah...:-)


Jadi kesimpulannya apa? Enak khan jadi Admission di Stella Maris BSD? Enak. Kerjanya 'doing nothing' action di pameran. Yang dibutuhin cuma: pulang lebih malem karena jaga pameran, extra tenaga untuk angkut2 dan beres2 barang, extra betis pegel, senyum garing kalo dicueikin customer, banyak minum tolak angin, sabar jelasin ke anak-istri, sama banyak2 makan ati (minumnya teh botol sosro) karena masih dianggap kerjanya nyante sama makan-makan doank. Enak kan? Khan, Doing Nothing Action...CAIO!

Rabu, 18 Februari 2009

FREDY: Si “KERAS HATI” dengan EXCELLENT SERVICE”…

Awal saya mengenal si bapak yang satu ini: sombong. Belagu. And thanks God, bukan hanya saya juga yang berkomentar demikian. Salah seorang top level management yang baru bergabung memiliki kesan yang sama. “Siapa sih tuh orang, disenyumin diem aja…,” mungkin lebih kurang demikian umpatnya.


But, don’t judge book by the cover. Setelah cukup lama berkenalan dengan ‘Papanya Tian’ ini, harus saya akui ada banyak hal yang saya masih perlu belajar padanya. Pertama, struggle of life-nya yang tinggi. Ibarat kata, ‘jiwa dagang’ sudah melekat, kat, kat, padanya [hape berapa koh…:-) ]. Spirit yang jarang dimiliki oleh ‘wong jowo’ macam saya yang lebih senang ‘nrimo kulino’. Jadi, kalau urusan ‘lapangan’ mau-tidak mau tim kami menyerahkan sepenuhnya kepadanya. Mo cari koneksi atau ‘lobang’ apapun sanggup dicari olehnya. “Cuma ‘lobang’ biji plastic aja yang gw lom nemu,” katanya…


Yang lain, sifat keras hati [dan mungkin juga keras kepalanya]. Bapak yang satu ini, kalo sudah punya niat, jalannya lempeng bukan main. Bukan satu kali dia berani konflik dengan pimpinan di tempat lamanya lantaran prinsip yang sudah diyakininya. Kalau sudah niat, biar hujan badai, bolak-balik, ayuh…Bandingkan dengan saya, yang lebih memilih cincai ketimbang harus stress. Namun, dibalik keras hatinya, bapak yang satu ini betul-betul ‘family man’ yang nomero uno. Mau bukti? Silahkan tanya berapa absen atau keterlambatannya gara-gara mengantar anak imunisasi ke dokter….:-)


At least, sebagai orang baru di dunia sales, urusan service saya juga masih harus belajar darinya. Service bagi saya masih ada di kepala dan hati. Tapi buat bapak yang hobi bawain kami gemblong ini sudah seperti refleks. Set..set..set… OTM ngobrol bentar kasih minum, butuh fotocopy di fotocopi’in, malah kalo calon OTM cari atm untuk bayar DP USG, dengan senang hati dia antar. Reflek ‘service excellent’ ini terbawa juga dalam tim. Dia tidak perlu berpikir dua kali untuk membantu rekan setimnya. Bahkan, seringkali sebelum diminta pun seringkali sudah menawarkan bantuan. Bagi yang tidak tau, mungkin akan berpikir ada ‘cuan’ di balik batu…Padahal ‘sabetan’nya memang betul-betul disabet alias cape babak belur…


Bisa jadi tim kami tetap berjalan tanpa seorang Fredy. Namun pasti tetap akan terasa berbeda. Tetap terasa ada yang kurang tanpa keras kepalanya, tanpa ringan tangannya, dan tanpa gemblongnya. Dan yang pasti ‘saat teduh’ kami terasa kurang tanpa iringan gitarnya yang mampu meruntuhkan ‘tembok Yerikho”…Selamat Ulang Tahun Pa Fredy (19/2/09), Tuhan Memberkati…

Selasa, 17 Februari 2009

300: blessing impossible mission

Entah sebuah kebetulan atau bukan, angka keramat '300' yang tengah saya hadapi saat ini hampir mirip dengan film '300' yang rekan sekalian mungkin pernah tonton. Bedanya, jika dalam film tersebut angka 300 merupakan jumlah pasukan Spartan harus menghadapi 10.000 penguasa dari Timur yang anarki, maka saya justru harus menghadapi angka '300' sebagai target marketing yang harus saya capai.

Persamaannya? Keduanya adalah 'mission impossible' bagi saya...

Dalam film '300' tersebut, raja Leonidas dari Spartan harus berhadapan dengan penguasa lalim dari Persia yang memimpin lebih dari 10.000 pasukan (mulai dari pasukan guajah hingga pasukan yang uaneh-uaneh bin ajaib). Meniru istilah srimulat: 'hil yang mustahal...'

Mungkin saya bukan ahli kalkulasi dan pakar prediksi yang mampu menampilkan angka '300' sebagai angka rasional perolehan target. Target existing saat ini adalah 224. Itu berarti saya dan rekan tim lain harus mencapai sisa 76 dalam waktu kurang dari 12 hari terhitung dari hari ini. Kalkulasi dan prediksi orang pintar begini: jika mengerahkan seluruh staff yang berjumlah 300 orang dan masing2 membawa 2 lead saja, maka akan diperoleh setidaknya 600 lead untuk diclosing. Thanks God for MLM system :-( Angka tersebut menjadi fantastis jika ditambah dengan melibatkan siswa dan juga mengadakan exhibition, menyebar flyer atau brand activition lain. Jika dengan lead 1600, maka closing 76 (itu berarti 8 orang perhari) itu perkara mudah...

Namun nyatanya bisnis pendidikan bukan perkara menjual kecap atau chiki. Pak Guru saya berujar, ada banyak variable yang turut menentukan di sana: mutu pendidikan, kualitas guru, fasilitas, good service, sistem yang konsisten serta masih banyak lagi. Dan repotnya, variable2 tersebut di luar kekuasaan kami. Ibarat bajaj, 'hanya sopir bajaj dan Tuhan saja yang tahu ke mana bajaj berbelok' :-) Jika membandingkan real gross tahun lalu ditambah dengan untouchable variable plus equivalen krismon saat ini, ya, angka 300 alias 6 orang closing per hari adalah mission impossible bagi saya...

Namun, meski tahu pasukannya akan kalah (dan bahkan mati), toh King Leonidas tetap maju perang. Keyakinannya cuma satu: kematiannya akan memberi makna bagi bangsanya, Yunani. Setidaknya untuk anak-istrinya. Dan meski tidak sehebat King Leonidas, kami pun memutuskan untuk 'berangkat perang' dan menghadapi 'angka 300' kami...

Kami berangkat perang bukan sebagai marketer yang takut pada 'target yang tidak tercapai'. Atau pegawai yang takut di PHK lantaran tidak menjalankan tugas atasan. Sejak awal kami menyadari bahwa kami adalah 'orang pilihan' yang telah 'diatur Tuhan' untuk berkumpul sebagai 'satu tim' (BUKAN KEBETULAN). "Penasehat spritual" kami juga pernah memberi wejangan: seperti Musa dan Yosua, dibelakang kami ada banyak orang yang menjadi tanggungjawab kami: mulai dari murid, guru, orangtua murid, staff hingga ke OB (dan jumlahnya kian berlipat jika dikalikan dengan keluarga mereka di rumah). Kami sadar bahwa KAMI ADALAH ORANG PILIHAN-NYA dan kami ingin memberi berkat bagi mereka dan bagi keluarga kami, lewat "Salib Way" (bukan hanya Honda Way atau Toyota Way) yang kini kami pikul.

Kami tidak tahu apakah nantinya kami akan menang perang atau malahan tewas dalam pertempuran. Tapi kami punya keyakinan: TUHAN ADA DIBELAKANG KAMI. Berapapun 'angka' yang akan Tuhan berikan, Tuhan tahu itu kami peroleh dari: keringat kami, kecape'an kami, masuk angin kami, pulang malam kami, sakit maag kami atau dari pertengkaran dengan suami/istri kami lantaran mengorbankan waktu keluarga kami...Dan, kami tidak akan menyesal, berapapun hasil pertempuran kami. Rambo bilang: die for something better than life for nothing...(Jaka sembung bawa golok...) :-)